5

Pastelería: Macaroon

Maaf semuanya baru post sekarang! Padahal janjinya minggu kemaren 😦 soalnya udah mulai kuliah dan sibuk banget aaaaa bakal jadi jarang nulis. Tapi i’ll try the best buat menghibur kalian semua dengan cerita-ceritaku hehehe :p 

Oke, enjoy!!

macaroon

“I’m in love with you,” he said quietly.

“Augustus,” I said.

“I am,” he said. He was staring at me, and I could see the corners of his eyes crinkling. “I’m in love with you, and I’m not in the business of denying myself the simple pleasure of saying true things. I’m in love with you, and I know that love is just a shout into the void, and that oblivion is inevitable, and that we’re all doomed and that there will come a day when all our labor has been returned to dust, and I know the sun will swallow the only earth we’ll ever have, and I am in love with you.”
John Green, The Fault in Our Stars

Kylie keluar dari dapur membawa nampan berisi cup-cup Tiramisu yang tampak menggiurkan. Ia menyusunnya di lemari display yang dingin.

Hari ini Khenna menemani Alvaro bertemu klien di Bandung, jadi hari ini Kylie tidak dibantu adik kesayangannya itu. Tapi, nanti malam Khenna akan tetap pulang ke Jakarta.

Saat sedang menyusun, lonceng pintu kafe Kylie berbunyi, menandakan ada pelanggan yang masuk. Ternyata bukan pelanggan yang masuk…

“Hai, Sayang!” Gadis itu seumuran Kylie, memakai gaun merah muda ukuran selutut tak berlengan bercorak polkadot putih serta flat shoes berwarna hitam dan tas mewah ber-merk Hermes.

Kylie mengernyit jijik pada gadis itu.

“Aku sudah bilang, JANGAN ke tempat kerjaku,” Stefan membuat penekanan pada kata ‘jangan’.

“Ya, aku hanya mau menghampiri TUNANGANKU,” gadis itu menekankan kata ‘tunanganku’ pada Kylie.

“Hah,” dengus Kylie yang masih merapi-rapikan lemari display-nya.

“Lagian kamu ngapain masih kerja di sini? Mau godain manajer kamu? Iya?” oceh gadis itu.

“Alexa, mending sekarang kamu pergi. Jangan ganggu aku kerja. Jangan bikin ribut siang-siang di sini,” kata Stefan.

“Ya justru karena kafe ini sepinya pas siang, makanya aku datangnya siang. Kamu harusnya senang tunangan kamu ke sini,” kata gadis bernama Alexa itu.

“Senang? Geli aku, Lex,” balas Stefan sambil menyeringai jijik pada Alexa.

“Dasar jahat.” Alexa berjalan menuju pintu tetapi ia berhenti sebentar di depannya, “Ada makan malam di rumah aku, aku harap kamu datang.”

“Bodo amat,” gumam Stefan yang sebenarnya terdengar oleh Alexa.

Alexa mendengus kesal lalu langsung meninggalkan kafe.

Kylie yang sudah selesai dengan pekerjaannya, langsung kembali ke dapur.

“James,” panggil Stefan.

“Hmm?” jawab James yang sedang mencuci blender.

“Jaga station bentar. Mau ke belakang.”

“Oke,” balas James.

Di dalam dapur kafe Kylie ada satu ruangan yang tidak terlalu besar. Ruangan itu adalah ruangan pribadi Kylie, tempat gadis itu mengatur keuangan serta data-data kafenya. Ruangan itu berisi meja kerja, sofa, juga rak buku. Di atas meja kerja itu terdapat sebuah laptop, printer, telepon dan mesin fax. Sedangkan rak bukunya berisi berkas-berkas tentang kafe dan beberapa novel favorit Kylie. Jadi, kalau tak ada kerjaan, Kylie bisa membaca novel-novelnya.

Stefan masuk ke dalam ruangan itu.

“Aku heran kenapa kau punya tunangan kayak dia,” oceh Kylie yang sedang berkutat pada laptopnya.

“Siapa yang mau?” Stefan duduk di atas sofa ruangan Kylie. “Harusnya kamu yang jadi tunangan aku, bukan dia.”

“Ya hubungan kita hancur karena dia.”

“Kamu berjuang juga dong buat kita. Dulu kamu malah ngelepasin aku gitu aja sama si cewek enggak jelas begitu.”

“Aku harus gimana lagi? Sudahlah, hubungan kita sudah selesai.”

“Kamu gampang bilang begitu,” Stefan mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya, “Aku kerja di sini karena siapa? Karena ada kamu.”

Kylie hanya diam. Yang terdengar hanyalah suara ketikan keyboard laptop Kylie.

“Aku sudah dari dulu coba move on. Tapi enggak bisa, Ky. Ka―kamu terlalu berarti buat aku. Kamu terlalu hebat dan sempurna di mata aku. Susah buat aku lupain kamu gitu aja.”

Tiba-tiba Kylie berhenti mengetik mendengar pernyataan Stefan.

“Kamu enggak tahu rasanya waktu aku lihat kamu dekat sama Scott, sahabat aku sendiri. Aku khawatir banget soalnya dia suka mainin cewek. Setiap kamu dekat sama lelaki mana pun, aku khawatir. Aku takut mereka enggak bisa jaga kamu baik-baik.”

“Stef, please, cukup. Percuma kamu kayak gini, enggak akan merubah apapun,” suara Kylie mulai bergetar.

Stefan menghampiri meja Kylie, “Kamu masih sayang sama aku, Ky.”

“Enggak, Stef.”

“Jangan bohong. Lihat aku, Ky.”

“Stefan, please!” Kylie berdiri sambil menggebrak meja kerjanya. “Can you justgo? Aku pusing. Jangan bikin aku makin banyak pikiran.”

Okay, I’ll go. I think we can build this relationship again. Think it, Ky,” lalu Stefan langsung keluar dari ruangan Kylie. Ia agak sedikit membanting pintu ruangan gadis yang ia sayangi itu.

Kylie terduduk di kursi kerjanya, “We can’t,” gumamnya.

***

“Varo…” panggil Khenna yang sedang memotong coklat batangan.

“Alvaro?” panggil gadis itu lagi.

Khenna melihat ke belakang dan melihat lelaki itu duduk tertidur di lantai dapur sambil bersandar pada lemari.

“Morata!”

Alvaro langsung terkesiap bangun, “Iya, Pak!”

Khenna langsung tertawa terbahak-bahak melihat kelakuan Alvaro. Maklum, lelaki itu takut jika sudah dipanggil dengan nama belakang oleh manajernya di kantor.

“Kamu jahat banget. Aku ngantuk tahu,” kata Alvaro sambil mengucek-ngucek matanya.

“Iya, maaf. Kamu mending bantuin aku biar enggak ngantuk. Hari ini kamu masuk jam 1 ‘kan?”

“Iya, aku masuk jam 1. Justru aku masuk siang biar bisa bangun siang. Bukannya bangun pagi begini.” Alvaro melihat jam tangannya, “Jam 6 pagi begini kamu sudah suruh aku ke kafe.”

“Oh, jadi kamu enggak mau temenin aku?” raut muka Khenna berubah masam.

“Ya, mau.”

“Terus? Kamu belakangan ini sibuk banget. Jarang ke kafe juga. Gimana aku enggak minta ditemenin terus?” oceh Khenna.

Alvaro bangun lalu melingkarkan lengannya di pinggang Khenna, “Maaf aku terlalu sibuk. Soalnya lagi ada order yang banyak dari klien, mau gak mau aku harus bantuin Bos aku terus.” Lelaki itu mengelus rambut panjang Khenna, “Kamu mau aku ambilin apa?” tanyanya lembut.

“Mangkuk kaca yang ada di lemari yang kamu sandarin tadi.”

Okay,” kata Alvaro sambil mengambil mangkuk yang dimaksud Khenna.

Morning,” Kylie masuk ke dapur lalu menghampiri Khenna dan Alvaro.

“Coklat yang dark?” tanya Khenna pada Kylie.

“Enakan dark, itu bagus banget coklatnya. Mahal, sehat,” kata Kylie. “Dan pahit banget,” lanjutnya.

“Aku campur cream lagi kali ya? Ini pahit banget tahu, Ky. Kamu mau nyuruh pelanggan diet pakai coklat kamu ini?” kata Khenna sambil tertawa.

“Ya, enggak sih. Kamu tahu aku perfeksionis banget. Serba ber-ku-a-li-tas!”

“Siap, Bos!” seru Khenna.

Saat sedang mengaduk coklat, Khenna merasa ada yang tidak enak pada hidungnya. “Kamu aduk bentar, Var.” Khenna langsung berlari menuju kamar mandi.

Continue reading