0

Oneshot: Find You

Hai hai!! Aku siap dicelotehin kalian karena ga nongol-nongol di blog xixixi sebagai pengobat rasa rindu *cieileh* ini ada oneshot. Biasa aja sih ceritanya. Alurnya juga pendek dan rada gajelas gitu dehhh. Mungkin aku baru akan ngelanjutin ff lainnya di bulan Desember alias hari libur yeyyy. Oke deh kalo begitu, happy reading ya!

find you

I believe that two people are connected at the heart, and it doesn’t matter what you do, or who you are or where you live; there are no boundaries or barriers if two people are destined to be together.” – Julia Roberts

Alex menatap Carol yang sedang fokus pada laptop-nya. Bukan dengan tatapan biasa, tetapi tatapan yang lekat dan tersirat penuh harap di dalamnya.

Caroline Bartra, gadis pujaan hati lelaki itu sedari kecil. Persahabatan mereka yang tumbuh seiring dengan dewasanya Alex dan Carol, membuat lelaki itu jatuh cinta pada sahabatnya sendiri. Entah sedari kapan, lelaki itu tak tahu. Waktu membiarkannya mencintai gadis itu, hingga tak terukur seberapa besar cintanya pada Carol.

Carol adalah gadis yang pintar, cantik, dan berhati lembut. Tak pernah ia membiarkan Alex kesepian. Aku akan selalu di sini untukmu, adalah kata-kata yang selalu Alex ingat dari Carol.

“Sampai kapan kau mau menatapku seperti itu, Alex?” tanya Carol yang masih belum berhenti menatap laptopnya.

“Aku tidak tahu, aku ingin membuatmu merasa kalau aku ada di sini,” jawab Alex.

“Kau selalu ada untukku, kapan aku pernah merasa kalau kau tidak bersamaku?” gadis itu menatap Alex sambil tersenyum.

Entah sudah berapa puluh ribu atau jutaan kali Alex melihat senyum itu, rasanya tak akan pernah bosan. Lelaki itu selalu mengagumi setiap senyum yang dibuat Carol padanya. Alex membalas senyuman Carol, “Aku sangat senang kalau kau berkata seperti itu.”

“Tentu saja kau harus senang, kau sahabatku yang paling aku sayangi, Alex.”

Sahabat. Sebuah kata yang menggambarkan bahwa hubungan mereka hanya sebatas sahabat. Sebenarnya hati Alex sakit mendengar kata itu. Tak pernahkah aku bisa menjadi lebih dari itu? batinnya.

Sesaat setelah Carol menutup laptopnya, seorang lelaki datang lalu memeluk gadis itu dari belakang.

“Hai, Cantik,” sapa lelaki itu lembut. “Hai, Lex,” lelaki itu menyapa Alex juga.

“Hai, Danny,” balas Carol.

Alex hanya melempar senyum kepada lelaki bernama Danny itu.

Sudah tiga bulan Carol berpacaran dengan Danny. Mereka jadian setelah pesta kelulusan SMA mereka selesai. Sedihnya, Alex adalah saksi peresmian hubungan itu.

Danny Kent adalah cowok terpopuler di SMA-nya waktu itu. Sebenarnya otak lelaki itu enggak pintar-pintar amat, tetapi memang wajahnya cukup membuat gadis-gadis di sekolah hampir pingsan ketika Danny lewat di koridor sekolah. Carol pun seperti tersihir akan pesona Danny. Tak hanya tampan, Danny juga terkenal baik dan berprestasi dalam hal olah raga. Semua jenis olah raga hampir semuanya dikuasai Danny; mulai dari basket, sepakbola, tennis, voli, bulu tangkis, dan sebagainya. Di rumahnya pun berjejer berbagai penghargaan seputar olah raga.

Berkebalikan dengan Danny, Alex mengoleksi berbagai penghargaan seputar science dan tetek bengeknya. Wajah Alex juga tampan, bahkan tak kalah dengan Danny. Tetapi, Alex lebih menutup dirinya ketimbang Danny yang suka menebar pesonanya ke mana-mana. Satu lagi kelebihan Alex adalah kemahirannya dalam bermusik. Padahal ia tidak terlahir dari keluarga bermusik. Ia menguasai piano, keyboard, gitar dan drum; sekarang ia sedang belajar saksofon yang ia beli dari hasil tabungan uang jajannya.

Keputusan Carol yang menerima Danny secara cuma-cuma cukup membuat Alex kecewa. Entah tak hanya karena cemburu, tapi Alex yakin ada hal buruk yang ditutupi oleh Danny; sisi buruk yang tak pernah dilihat semua orang saat sekolah dulu.

Sekarang mereka semua sudah menginjak bangku perkuliahan. Alex mengambil jurusan Arsitektur, Carol mengambil Kedokteran karena ia terlahir di keluarga dokter, sedangkan Danny mengambil beasiswa sekolah bulu tangkis. Alex dan Carol berada di universitas yang sama.

***

Alex melihat Carol yang duduk tertunduk di bangku taman kampus.

Kumohon jangan lagi, batin lelaki itu dalam hati. Lalu ia menyusul gadis itu.

Alex duduk di sebelah Carol, “Hey? Kau kenapa?”

Carol langsung memeluk sahabatnya itu dengan terisak, “Dia melakukannya lagi, dia jahat padaku.”

“Sudahlah, sampai kapan kau mau bertahan dengannya? Kurang banyak apa dia menyakitimu? Kau selalu melarangku untuk memperingatkan bajingan itu!”

“Tolong jangan lakukan apapun padanya, aku…”

“Carol!” bentak Alex. “Kau tak tahu sudah berapa lama kau seperti ini?”

Continue reading